Kamis, 02 Juli 2015

Analisis Kasus Kesehatan Mental

Diposting oleh Gea Yassenia di 09.52 0 komentar


BAB I
PENDAHULUAN

1.1           Latar Belakang Masalah
        Berbagai macam game telah banyak bermunculan dikalangan gamers, dimulai dari anak-anak hingga remaja bahkan dewasa. Game berasal dari kata bahasa inggris yang memiliki arti dasar Permainan. Permainan dalam hal ini merujuk pada pengertian “kelincahan intelektual” (intellectual playability). Game juga bisa diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya. Ada target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan intelektual, pada tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan secara maksimal. Pada awalnya, game identik dengan permainan anak-anak.
Perkembangan teknologi di masa sekarang sangat berpengaruh terhadap perkembangan game, dimana perubahannya makin pesat, hingga membuat para gamers berlomba-lomba untuk memiliki dan memainkan game yang mereka sukai, serta game dapat dimainkan dengan menggunakan alat yang dapat digenggam oleh tangan dan alat yang digenggam dikenal dengan nama joystick. Isinya adalah beberapa tombol-tombol sebagai control untuk menunjukan arah maju, mundur, kiri dan kanan, dimana fungsinya adalah untuk berinteraksi. Game sebenarnya sangat berguna untuk menguji daya pikir manusia, sehingga manusia akan mulai berpikir jika sudah dihadapkan dengan sebuah masalah. Sehingga pada sebuah game, kita dihadapkan dengan berbagai macam masalah dan kita dituntut untuk memecahkan masalah tersebut hingga kita dapat menyelesaikan atau bahkan kita dapat memenangkan permainan yang dimainkan.


Bermacam game dengan genre berbeda-beda pun tercipta, salah satunya game dengan genre horror. Slender Man merupakan antagonis utama dari Game Slender: Eight Pages. Slender adalah legenda urban yang populer, yang diyakini keberadaannya. Dia dikatakan makhluk hidup dengan karakteristik atau serba-nebula yang didefinisikan mempunyai berbagai kemampuan.
Tujuan dari permainan ini adalah pemain diberi suatu misi untuk menemukan delapan halaman (pages) yang melekat pada landmark yang tersebar di sekitar lingkungan yang berbatas pagar. Kontrol yang tersedia hanya untuk menghidupkan lampu senter dan mematikan, mengambil halaman, dan melangkah atau berlari. Akhir dari permainan bervariasi tergantung pada versi yang sedang dimainkan, namun dalam versi tersebut tidak ada pemain yang mampu mengalahkan Slender Man.
Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap makhluk lain dengan tujuan untuk melukainya dan pihak yang dilukai tersebut berusaha untuk menghindarinya. Dari definisi tersebut terdapat empat masalah penting dalam agresif. Pertama, agresif merupakan perilaku. Kedua, ada unsur kesengajaan. Ketiga, sasarannya adalah makhluk hidup, terutama manusia. Keempat, ada usaha menghindar pada diri korban. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mencoba mengangkat kasus pembunuhan (agresivitas) yang dilakukan oleh remaja terhadap temannya sendiri, yang dikaji dengan menggunakan teori Agresi.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Landasan Teori
1.      Agresivitas sebagai Akibat Belajar Sosial
Menurut Bandura dan Wilters dalam Koeswara, bahwa agresivitas dapat dipelajari melalui dua metode yaitu pembelajaran instrumental yaitu terjadi jika sesuatu perilaku diberi penguat atau diberi hadiah (reward), maka perilaku tersebut cenderung akan diulang pada waktu yang lain. Dan pembelajaran observasional yaitu terjadi jika seseorang belajar perilaku yang baru melalui observasi atau pengamatan kepada orang lain yang disebut model.
2.      Agresivitas sebagai Perilaku Bawaan
Menurut teori ini, agresivitas merupakan instink makhluk hidup. Teori ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu teori psikoanalisis, teori etologi, dan teori sosiobiologi.
Sigmund Freud, seorang tokoh psikoanalisis mengklasifikasikan instink individu ke dalam dua bagian, yaitu; instink kehidupan dan instink kematian. Instink kehidupan (life instinct atau disebut juga eros) mengandung energi konstruktif dan seksual, sedangkan instink kematian (death instinct atau disebut thanatos) mengandung energi destruktif.
Lorenz, sebagai tokoh etologi berpendapat bahwa agresivitas adalah instink berkelahi yang dimiliki oleh makhluk hidup yang ditujukan pada spesies yang sama. Perkelahian diantara anggota spesies tidaklah merupakan kejahatan, karena fungsinya untuk menyelamatkan kehidupan salah satu spesies terhadap gangguan atau ancaman dari spesies yang lain. Dengan demikian angresivitas yang merupakan perilaku naluriah memiliki nilai survival bagi organisme.
Dalam pandangan teori sosiobiologi, Barash menyatakan bahwa perilaku sosial, sama halnya dengan struktur fisik yang dipengaruhi oleh evolusi. Menurut teori ini, makhluk hidup dari berbagai spesies cenderung menunjukan pola-pola perilaku sosial tertentu demi kelangsungan hidupnya. Makhluk melakukan tindakan agresi karena fungsi tindakan tersebut sebagai usaha untuk penyesuaian dirinya.
3.      Agresivitas sebagai Ekspresi Frustasi
Agresivitas menurut kelompok ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah instink, tetapi ditentukan oleh kondisi-kondisi ekstenal (frustasi), sehingga kondisi tersebut akan menimbulkan motif yang kuat pada seseorang untuk bertindak agresi. Salah satu teori yang diajukan oleh kelompok ini adalah teori frustasi agresi, yang dipelopori oleh Dollard dan koleganya (1939). Menurut kelompok tersebut frustasi selalu menimbulkan agresi dan agresi semata-mata adalah hasil dari frustasi. Oleh karena itu bila frustasi menigkat, maka agresivitas menigkat pula. Intensitas frustasi bergantung pada beberapa faktor, antara lain seberapa besar kemauan seseorang mencapai tujuan, seberapa besar penghalang yang ditemui, dan seberapa banyak frustasi yang dialami.
Menurut Watson (1984) pada tahun 1941 Miller merevisi teorinya dengan menyatakan, bahwa frustasi menimbulkan sejumlah respon yang berbeda dan tidak selalu menimbulkan agresivitas. Jadi agresivitas hanyalah salah satu bentuk respon yang muncul.
4.      Agresivitas sebagai Hasil Kognitif
Dodge dan crick (1990) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara fungsi kognitif dan agresivitas yang dilakukan oleh seorang anak. Agresivitas terjadi akibat ketidakmampuan anak dalam memproses informasi sosial.
Cara mengetahui agresivitas pada individu terhadap suatu obyek tertentu, kita perlu tahu gejala-gejala atau aspek-aspek perilaku agresi yang dibagi menjadi 2 hal oleh Prawesti yaitu agresi fisik, yaitu agresi yang dilakukan dengan cara melukai atau menyakiti badan baik diri sendiri maupun orang lain seperti misalnya mencubit memukul, menendang dan sebagainya.
Bush dan Denny (1992) mengklasifikasikan agresivitas dalam empat aspek, yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Agresi fisik dan agresi verbal mewakili komponen motorik dalam agresivitas, sedangkan kemarahan dan permusuhan mewakili komponen afektif dan kognitifi dalam agresivitas.
Agresi fisik (Physical Agression) ialah bentuk perilaku agresif yang dilakukan dengan menyerang secara fisik dengan tujuan untuk melukai atau membahayakan seseorang. Perilaku agresif ini ditandai dengan terjadinya kontak fisik antara agresor dan korbannya.
Agresi verbal (Verbal Agression) ialah agresivitas dengan kata-kata. Agresi verbal dapat berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme.
Kemarahan (anger) ialah suatu bentuk indirect agression atau agresi tidak langsung berupa perasaan benci kepada orang lain maupun sesuatu hal atau karena seseorang tidak dapat mencapai tujuannya.
Permusuhan (Hostility), merupakan komponen kognitif dalam agresivitas yang terdiri atas perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.





B.     Kasus
Dua orang remaja perempuan asal Wisconsin, Amerika, ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat aksi sadis membunuh seorang teman sekelasnya. Pasalnya, dua remaja yang berumur 12 tahun ini merasa ditakuti oleh karakter game horor `Slender Man` dan harus mengorbankan seorang temannya agar tidak dihantui oleh makhluk fiktif tersebut.
Mengutip informasi The Guardian, Senin (16/5/2015), hakim pengadilan Waukesha, Michael Bohren menghabiskan waktu sebulan untuk menyelidiki bukti yang ada di kasus tersebut. Ia pun tak akan ragu untuk membebankan hukuman orang dewasa ke dua remaja ini dengan dipenjara selama 65 tahun jika memang ditetapkan bersalah di kasus ini.
Description: Description: http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/828499/big/063250200_1426314988-newsweek.jpg
Foto tersangka pembunuhan.

Dua orang remaja perempuan ini mengajak seorang temannya ke sebuah hutan di pinggiran Milwaukee pada Mei 2014, dan menikamnya sebanyak 19 kali. Mereka melakukan itu lantaran untuk menyelamatkan diri mereka dan keluarga mereka dari ancaman Slender Man.
Untungnya, si korban ternyata masih hidup dan mampu mencari pertolongan setelah mengalami kejadian naas tersebut. Ia ditemukan oleh seorang pengendara sepeda dan diselamatkan untuk ditangani secara intensif oleh pihak setempat. Ia pun mengalami proses penyembuhan dan membeberkan kejadian yang dilakukan oleh dua temannya tersebut.
Para tersangka akan dibebankan hukuman dewasa ditahan penjara 65 tahun jika dibuktikan bersalah, namun jika mereka dibebankan hukuman remaja dan dibuktikan bersalah, mereka hanya akan mengalami masa tahanan selama 25 tahun.

C.    Analisis Kasus
Terjadinya agresif (negatif) dalam kehidupan manusia itu dikarenakan tidak adanya mekanisme biologis dalam diri manusia untuk menghambat sikap agresif tersebut. Selain itu problematika manusia berbuat agresif (negatif) adalah ia tidak hanya hidup di dunia “nyata”, tetapi juga di dunia simbolis. Dengan kata lain, kita telah memperluas “ego” melebihi diri kita sendiri dan dari segala apa yang kita cintai kepada sesuatu yang bersifat simbolik.
Kasus tersebut terkait agresivitas remaja terhadap  dampak game dengan genre horror. Dua orang remaja perempuan ini mengajak seorang temannya ke sebuah hutan di pinggiran Milwaukee, dan menikamnya sebanyak 19 kali. Mereka melakukan itu lantaran untuk menyelamatkan diri mereka dan keluarga mereka dari ancaman Slender Man.
Agresivitas terjadi akibat ketidakmampuan anak dalam memproses informasi sosial. Cara mengetahui agresivitas pada individu terhadap suatu obyek tertentu, kita perlu tahu gejala-gejala atau aspek-aspek perilaku agresi yang dibagi menjadi 2 hal oleh Prawesti yaitu agresi fisik, yaitu agresi yang dilakukan dengan cara melukai atau menyakiti badan baik diri sendiri maupun orang lain seperti misalnya mencubit memukul, menendang dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan analisis kasus yang diangkat, agresivitas dapat terjadi kapan dan dimana saja, tidak memandang waktu dan tidak peduli siapa yang akan jadi korban. Tindakan agresif ditujukan kepada orang lain yang menjadi sasaran dari tingkah laku tersebut.
Secara umum, agresif memiliki dua sisi, yakni positif dan negatif, dimana keduanya dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran diri. Sisi positifnya kerap disebut “pernyataan diri” (assertiveness), yakni memperkuat kesadaran diri tanpa merugikan atau melukai diri orang lain. Sedangkan sisi negatifnya kita namakan tindak kekerasan (violence), yang lebih berpusat pada perampasan hak-hak atau kesadaran diri orang lain.

B.   Saran
Agresif memang memiliki sisi positif nya namun jika agresivitas tersebut berada pada sisi negatif tentu saja akan banyak dampak sangat merugikan yang didapatkan bagi si pelaku maupun korban. Sebagai remaja yang masih memiliki masa depan panjang jagalah emosi dan amarah agar tidak timbul agresivitas yang tidak dapat dikendalikan dan merugikan orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Sarwono,W.Sarlito.,dan Eko,A.Meinarno.2014.Psikologi Sosial.Jakarta:Salemba Humanika
Feist,J.,G.J.Feist.2014.Teori Kepribadian.Edisi 7.Jakarta:Salemba Humanika

https://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis 2015

https://id.wikipedia.org/wiki/Slender 2015

http://seindah-akhlak-islam.blogspot.com/2014/04/teori-psikoanalitik-sigmund-
freud.html 2015


 

soft skill Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos