BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Berbagai macam game telah banyak bermunculan dikalangan
gamers, dimulai dari anak-anak hingga remaja bahkan dewasa. Game berasal dari
kata bahasa inggris yang memiliki arti dasar Permainan. Permainan dalam hal ini
merujuk pada pengertian “kelincahan intelektual” (intellectual playability).
Game juga bisa diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya. Ada
target-target yang ingin dicapai pemainnya. Kelincahan intelektual, pada
tingkat tertentu, merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan
secara maksimal. Pada awalnya, game identik dengan permainan anak-anak.
Perkembangan teknologi di
masa sekarang sangat berpengaruh terhadap perkembangan game, dimana
perubahannya makin pesat, hingga membuat para gamers berlomba-lomba untuk
memiliki dan memainkan game yang mereka sukai, serta game dapat dimainkan
dengan menggunakan alat yang dapat digenggam oleh tangan dan alat yang
digenggam dikenal dengan nama joystick. Isinya adalah beberapa tombol-tombol
sebagai control untuk menunjukan arah maju, mundur, kiri dan kanan, dimana fungsinya
adalah untuk berinteraksi. Game sebenarnya sangat berguna untuk menguji daya
pikir manusia, sehingga manusia akan mulai berpikir jika sudah dihadapkan
dengan sebuah masalah. Sehingga pada sebuah game, kita dihadapkan dengan
berbagai macam masalah dan kita dituntut untuk memecahkan masalah tersebut
hingga kita dapat menyelesaikan atau bahkan kita dapat memenangkan permainan
yang dimainkan.
Bermacam game dengan
genre berbeda-beda pun tercipta, salah satunya game dengan genre horror. Slender
Man merupakan antagonis utama dari Game Slender: Eight Pages.
Slender adalah legenda urban yang populer, yang diyakini keberadaannya. Dia
dikatakan makhluk hidup dengan karakteristik atau serba-nebula yang
didefinisikan mempunyai berbagai kemampuan.
Tujuan
dari permainan ini adalah pemain diberi suatu misi untuk menemukan delapan
halaman (pages) yang melekat pada landmark yang tersebar di sekitar
lingkungan yang berbatas pagar. Kontrol yang tersedia hanya untuk menghidupkan
lampu senter dan mematikan, mengambil halaman, dan melangkah atau berlari.
Akhir dari permainan bervariasi tergantung pada versi yang sedang dimainkan,
namun dalam versi tersebut tidak ada pemain yang mampu mengalahkan Slender Man.
Agresivitas
adalah segala bentuk perilaku yang disengaja terhadap makhluk lain dengan
tujuan untuk melukainya dan pihak yang dilukai tersebut berusaha untuk
menghindarinya. Dari definisi tersebut terdapat empat masalah penting dalam
agresif. Pertama, agresif merupakan perilaku. Kedua, ada unsur kesengajaan. Ketiga,
sasarannya adalah makhluk hidup, terutama manusia. Keempat, ada usaha
menghindar pada diri korban. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mencoba
mengangkat kasus pembunuhan (agresivitas) yang dilakukan oleh remaja terhadap
temannya sendiri, yang dikaji dengan menggunakan teori Agresi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Teori
1. Agresivitas
sebagai Akibat Belajar Sosial
Menurut
Bandura dan Wilters dalam Koeswara, bahwa agresivitas dapat dipelajari melalui
dua metode yaitu pembelajaran instrumental yaitu terjadi jika sesuatu perilaku
diberi penguat atau diberi hadiah (reward), maka perilaku tersebut cenderung
akan diulang pada waktu yang lain. Dan pembelajaran observasional yaitu terjadi
jika seseorang belajar perilaku yang baru melalui observasi atau pengamatan
kepada orang lain yang disebut model.
2. Agresivitas
sebagai Perilaku Bawaan
Menurut
teori ini, agresivitas merupakan instink makhluk hidup. Teori ini terbagi dalam
tiga kelompok, yaitu teori psikoanalisis, teori etologi, dan teori
sosiobiologi.
Sigmund
Freud, seorang tokoh psikoanalisis mengklasifikasikan instink individu ke dalam
dua bagian, yaitu; instink kehidupan dan instink kematian. Instink kehidupan
(life instinct atau disebut juga eros) mengandung energi konstruktif dan
seksual, sedangkan instink kematian (death instinct atau disebut thanatos)
mengandung energi destruktif.
Lorenz,
sebagai tokoh etologi berpendapat bahwa agresivitas adalah instink berkelahi
yang dimiliki oleh makhluk hidup yang ditujukan pada spesies yang sama.
Perkelahian diantara anggota spesies tidaklah merupakan kejahatan, karena
fungsinya untuk menyelamatkan kehidupan salah satu spesies terhadap gangguan
atau ancaman dari spesies yang lain. Dengan demikian angresivitas yang
merupakan perilaku naluriah memiliki nilai survival bagi organisme.
Dalam
pandangan teori sosiobiologi, Barash menyatakan bahwa perilaku sosial, sama
halnya dengan struktur fisik yang dipengaruhi oleh evolusi. Menurut teori ini,
makhluk hidup dari berbagai spesies cenderung menunjukan pola-pola perilaku
sosial tertentu demi kelangsungan hidupnya. Makhluk melakukan tindakan agresi
karena fungsi tindakan tersebut sebagai usaha untuk penyesuaian dirinya.
3. Agresivitas
sebagai Ekspresi Frustasi
Agresivitas
menurut kelompok ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah instink, tetapi
ditentukan oleh kondisi-kondisi ekstenal (frustasi), sehingga kondisi tersebut
akan menimbulkan motif yang kuat pada seseorang untuk bertindak agresi. Salah
satu teori yang diajukan oleh kelompok ini adalah teori frustasi agresi, yang
dipelopori oleh Dollard dan koleganya (1939). Menurut kelompok tersebut
frustasi selalu menimbulkan agresi dan agresi semata-mata adalah hasil dari
frustasi. Oleh karena itu bila frustasi menigkat, maka agresivitas menigkat
pula. Intensitas frustasi bergantung pada beberapa faktor, antara lain seberapa
besar kemauan seseorang mencapai tujuan, seberapa besar penghalang yang
ditemui, dan seberapa banyak frustasi yang dialami.
Menurut
Watson (1984) pada tahun 1941 Miller merevisi teorinya dengan menyatakan, bahwa
frustasi menimbulkan sejumlah respon yang berbeda dan tidak selalu menimbulkan
agresivitas. Jadi agresivitas hanyalah salah satu bentuk respon yang muncul.
4. Agresivitas
sebagai Hasil Kognitif
Dodge
dan crick (1990) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara fungsi kognitif
dan agresivitas yang dilakukan oleh seorang anak. Agresivitas terjadi akibat
ketidakmampuan anak dalam memproses informasi sosial.
Cara
mengetahui agresivitas pada individu terhadap suatu obyek tertentu, kita perlu
tahu gejala-gejala atau aspek-aspek perilaku agresi yang dibagi menjadi 2 hal
oleh Prawesti yaitu agresi fisik, yaitu agresi yang dilakukan dengan cara
melukai atau menyakiti badan baik diri sendiri maupun orang lain seperti
misalnya mencubit memukul, menendang dan sebagainya.
Bush
dan Denny (1992) mengklasifikasikan agresivitas dalam empat aspek, yaitu agresi
fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Agresi fisik dan agresi verbal
mewakili komponen motorik dalam agresivitas, sedangkan kemarahan dan permusuhan
mewakili komponen afektif dan kognitifi dalam agresivitas.
Agresi
fisik (Physical Agression) ialah bentuk perilaku agresif yang dilakukan dengan
menyerang secara fisik dengan tujuan untuk melukai atau membahayakan seseorang.
Perilaku agresif ini ditandai dengan terjadinya kontak fisik antara agresor dan
korbannya.
Agresi
verbal (Verbal Agression) ialah agresivitas dengan kata-kata. Agresi verbal
dapat berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme.
Kemarahan
(anger) ialah suatu bentuk indirect agression atau agresi tidak langsung berupa
perasaan benci kepada orang lain maupun sesuatu hal atau karena seseorang tidak
dapat mencapai tujuannya.
Permusuhan
(Hostility), merupakan komponen kognitif dalam agresivitas yang terdiri atas
perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.
B.
Kasus
Dua
orang remaja perempuan asal Wisconsin, Amerika, ditetapkan sebagai tersangka
karena terlibat aksi sadis membunuh seorang teman sekelasnya. Pasalnya, dua
remaja yang berumur 12 tahun ini merasa ditakuti oleh karakter game horor
`Slender Man` dan harus mengorbankan seorang temannya agar tidak dihantui oleh
makhluk fiktif tersebut.
Mengutip
informasi The Guardian, Senin (16/5/2015), hakim pengadilan
Waukesha, Michael Bohren menghabiskan waktu sebulan untuk menyelidiki bukti
yang ada di kasus tersebut. Ia pun tak akan ragu untuk membebankan hukuman
orang dewasa ke dua remaja ini dengan dipenjara selama 65 tahun jika memang
ditetapkan bersalah di kasus ini.
Foto tersangka pembunuhan.
Dua
orang remaja perempuan ini mengajak seorang temannya ke sebuah hutan di
pinggiran Milwaukee pada Mei 2014, dan menikamnya sebanyak 19 kali. Mereka
melakukan itu lantaran untuk menyelamatkan diri mereka dan keluarga mereka dari
ancaman Slender Man.
Untungnya, si korban ternyata masih hidup dan mampu
mencari pertolongan setelah mengalami kejadian naas tersebut. Ia ditemukan oleh
seorang pengendara sepeda dan diselamatkan untuk ditangani secara intensif oleh
pihak setempat. Ia pun mengalami proses penyembuhan dan membeberkan kejadian
yang dilakukan oleh dua temannya tersebut.
Para tersangka akan dibebankan hukuman dewasa ditahan
penjara 65 tahun jika dibuktikan bersalah, namun jika mereka dibebankan hukuman
remaja dan dibuktikan bersalah, mereka hanya akan mengalami masa tahanan selama
25 tahun.
C.
Analisis
Kasus
Terjadinya
agresif (negatif) dalam kehidupan manusia itu dikarenakan tidak adanya
mekanisme biologis dalam diri manusia untuk menghambat sikap agresif tersebut.
Selain itu problematika manusia berbuat agresif (negatif) adalah ia tidak hanya
hidup di dunia “nyata”, tetapi juga di dunia simbolis. Dengan kata lain, kita
telah memperluas “ego” melebihi diri kita sendiri dan dari segala apa yang kita
cintai kepada sesuatu yang bersifat simbolik.
Kasus
tersebut terkait agresivitas remaja terhadap
dampak game dengan genre horror. Dua orang remaja perempuan ini mengajak
seorang temannya ke sebuah hutan di pinggiran Milwaukee, dan menikamnya
sebanyak 19 kali. Mereka melakukan itu lantaran untuk menyelamatkan diri mereka
dan keluarga mereka dari ancaman Slender Man.
Agresivitas
terjadi akibat ketidakmampuan anak dalam memproses informasi sosial. Cara
mengetahui agresivitas pada individu terhadap suatu obyek tertentu, kita perlu
tahu gejala-gejala atau aspek-aspek perilaku agresi yang dibagi menjadi 2 hal
oleh Prawesti yaitu agresi fisik, yaitu agresi yang dilakukan dengan cara
melukai atau menyakiti badan baik diri sendiri maupun orang lain seperti
misalnya mencubit memukul, menendang dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis kasus yang diangkat, agresivitas dapat
terjadi kapan dan dimana saja, tidak memandang waktu dan tidak peduli siapa
yang akan jadi korban. Tindakan agresif ditujukan kepada orang lain yang
menjadi sasaran dari tingkah laku tersebut.
Secara umum, agresif memiliki dua sisi, yakni positif dan
negatif, dimana keduanya dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran diri. Sisi
positifnya kerap disebut “pernyataan diri” (assertiveness), yakni memperkuat
kesadaran diri tanpa merugikan atau melukai diri orang lain. Sedangkan sisi
negatifnya kita namakan tindak kekerasan (violence), yang lebih berpusat pada
perampasan hak-hak atau kesadaran diri orang lain.
B.
Saran
Agresif memang memiliki sisi positif nya namun jika agresivitas
tersebut berada pada sisi negatif tentu saja akan banyak dampak sangat merugikan
yang didapatkan bagi si pelaku maupun korban. Sebagai remaja yang masih
memiliki masa depan panjang jagalah emosi dan amarah agar tidak timbul
agresivitas yang tidak dapat dikendalikan dan merugikan orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Sarwono,W.Sarlito.,dan
Eko,A.Meinarno.2014.Psikologi Sosial.Jakarta:Salemba Humanika
Feist,J.,G.J.Feist.2014.Teori
Kepribadian.Edisi 7.Jakarta:Salemba Humanika
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
2015
https://id.wikipedia.org/wiki/Slender 2015
http://seindah-akhlak-islam.blogspot.com/2014/04/teori-psikoanalitik-sigmund-
freud.html 2015
0 komentar:
Posting Komentar